Al-Kitab dan Al-Furqan



AL-KITA<B DAN AL-FURQA<N
(KOMPARASI SURAT AL-BAQARAT AYAT 53 DAN SURAT AL-MU’MINU<N AYAT 49)


Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Tafsir Muqoron 1

















Oleh :
MUHAMMAD ILYAS                                            (E03214011)
MUHAMMAD HUSNAN                                        (E03214012)


Dosen Pengampu:
DR. ABU BAKAR, M.AG


PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA
2016



AL-KITA<B DAN AL-FURQA<N
(KOMPARASI SURAT AL-BAQARAT AYAT 53 DAN SURAT AL-MU’MINU<N AYAT 49)

A.    Pendahuluan
Dalam kitan suci al-Quran mengandung banyak kata-kata yang yang mutasyabihat tak juga pula ayat-ayat yang mutasyabihat sama redaksi tetapi kadang pula beda dalam hal ma’nanya. Oleh karena itu kita dapat menganalisa lebih dalam di antara kata per kata dan ayat per ayat.
Di anatara kata-perkata dan ayat-perayat juga mengandung munasabah yang mengandung arti di balik kata-perkata dan ayat-perayat dan kadang pula diantara surat persurat juag mengadung munasabah dengan sesuai susunan surat mulai surat al-Fatiha hingga akhir surat al-Nas.
Dengan ini dalam surat al-Baqarah ayat 53 dan surat al-Mu’minun ayat 49 mempunyai kesamaan redaksi dan juaga dalam hal segi ma’na, tetapi hanya saja ada perbedaan kata sebelum redaksinya dan selamjutnya akan sedikit di ulas lebih lanjut.
Pembahasan pada makalah ini akan dibatasi pada beberapa hal sebagai berikut,
1.      Bagaimana bentuk penghimpunan Surat al-Baqarat ayat 53 dengan surat al-Mu’minun ayat 49?
2.      Bagaiamana komparasi surat al-Baqarat ayat 53 dengan surat al-Mu’minun ayat 49?
3.      Bagaimana analisis surat al-Baqarat ayat 53 dengan surat al-Mu’minun?
4.      Bagaimana perbandingan penafsiran mufassir terhadap surat al-Baqarat ayat 53 dengan surat al-Mu’minun ayat 49?





B.     Studi Komparasi Surat al-Baqarat Ayat 53 dengan Surat al-Mu’minu>n Ayat 49
Sebagaimana diketahui bahwa pembahasan ini adalah komparasi interpretasi antara ayat dengan ayat, yaitu al-Baqarat ayat 53 dengan al-Mu’minu>n ayat 49. Dalam mengkomparasikan interpretasi antar beberapa ayat, harus mengikuti beberapa teknik yang berlaku. Penyusun menggunakan teknik yang ditawarkan oleh Nashruddin Baidan.
Langkah-langkah yang harus ditempuh adalah pertama, mengidentifikasi dan menghimpun ayat-ayat Alquran yang redaksinya bermirirpan sehingga diketahui mana yang mirip dan mana yang tidak.  Kedua, memperbandingkan antara ayat-ayat yang redaksinya bermiripan itu, yang membicarakan satu kasus yang sama atau dua kasus yang berbeda dalam satu redaksi yang sama. Ketiga, menganalisis perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang mirip, baik perbedaan tersebut mengenai konotasi ayat, maupun redaksinya. Keempat, memperbandingkan anatar berbagai pendapat para mufassir tentang ayat yang dijadikan objek bahasan.[1]

  1. Ayat-ayat yang Mirip
Makalah ini hanya akan membahas dua ayat saja, yaitu al-Baqarat ayat 53 dan al-Mu’minun ayat 49 sebagai berikut,
øŒÎ)ur $oY÷s?#uä ÓyqãB |=»tGÅ3ø9$# tb$s%öàÿø9$#ur öNä3ª=yès9 tbrßtGöksE ÇÎÌÈ [2] 
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Furqan, agar kamu memperoleh petunjuk.”[3]
ôs)s9ur $oY÷s?#uä ÓyqãB |=»tGÅ3ø9$# óOßg¯=yès9 tbrßtGöku ÇÍÒÈ [4] 
Artinya: “Dan sungguh telah Kami anugerahkan  Al kitab (Taurat) kepada Musa, agar mereka (Bani Israil) mendapat petunjuk.”[5]

  1. Komparasi antar Ayat
Jika kedua ayat tersebut dikomparasikan, maka sekilas keduanya memiliki kemiripan. Akan tetapi, di balik kemiripan keduanya, terdapat perbedaan pada susunan kalimatnya. Sehingga, bisa dikatakan, keduanya mirip namun tidak sama.
Setidaknya, di dalam kedua ayat tersebut terdapat perbedaan. Pertama, pada ayat pertama menggunakan kata  إذ yang bermakna ‘ketika’. Sementara pada ayat yang kedua menggunakan kata لقد yang bermakna ‘niscaya sungguh’.
Kedua, pada ayat pertama terdapat kata والفرقان yang bermakna Furqa>n (pembeda antara yang benar dan yang salah). Sementara pada ayat kedua, tidak terdapat kata والفرقان . Pada ayat yang kedua ini hanya terpadat kata الكتاب  saja tanpa dibarengi kata والفرقان .
Ketiga, pada ayat pertama, kata لعلكم menggunakan kata ganti orang kedua. Sementara pada ayat kedua, kata لعلهم menggunakan kata ganti orang ketiga. Perbedaan penggunaan kata ganti ini berimplikasi pada kalimat setelahnya, di mana kalimat Arab memang harus menyesuaikan antara kalimat satu dengan kalimat lainnya. Pada ayat pertama, kata تهتدون menggunakan kata ganti orang kedua yang sesuai dengan kata ganti pada kata لعلكم . sementara pada ayat kedua, kata يهتدون menggunakan kata ganti orang ketiga yang sesuai dengan kata لعلهم .
  1. Analisis Ayat
Alquran adalah Kitab suci yang menyempurnakan Kitab-kitab sebelumnya. Kitab ini adalah kitab yang bertahan hingga era modern saat ini. Kelebihan yang dimilikinya, di antaranya, adalah terletak di dalam aspek kebahasaan dan kesusastraan yang terkandung di dalam lafad-lafadznya. Lafad-lafad Alquran tidak tersusun secara random atau tidak beraturan. Satu lafad mempunyai relevansi yang sangat erat dengan lafad yang lainnya. Hal seperti ini disebut dengan munasaba>t.
Ilmu tentang relevansi antara satu lafad dengan lafad lainnya, yaitu ilmu munasaba>t mempunyai peran yang signifikan di dalam menafsirkan Alquran. Dengan mengetahui relevansi antara satu ayat dengan ayat yang lainnya, maka penafsir akan menafsirkan Alquran secara komprehensif dan tidak secara parsial, sehingga produk tafsirnya bisa memberikan makna yang utuh. Ilmu munasaba>t juga merupakan data di dalam menafsirkan Alquran. Hal ini bisa dibuktikan dengan beberapa karya tafsir Alquran yang menggunakan “kacamata” munasaba>t sebagai “pisau” analisis dengan prioritas yang sangat tinggi, seperti al-Biqa’iy dengan karyanya Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar. Bahkan al-Biqa’iy menganggap ilmu munasaba>t dinisbatkan kepada ilmu Tafsir sama pentingnya dengan ilmu Baya>n dinisbatkan kepada ilmu Nahwu.[6]
Berkaitan dengan hal tersebut, maka sangat penting untuk mengkomparasikan dua ayat yang redaksinya mirip ini dengan menggunakan “pisau” analisis munasaba>t. Pada surat al-Baqarah ayat 53 konsisten menggunakan kata ganti orang kedua jamak, yaitu كم, baik pada ayat 53 itu sendiri, ayat sebelumnya ataupun ayat sesudahnya. Kekonsistenan ini berimplikasi kepada mudahnya mendeteksi objek yang diberi al-Kita>b dan al-Furqa>n dan marji’ al-D{ami>r (tempat kembalinya kata ganti), yakni Nabi Musa dan kaumnya. Penafsiran ini tidak terdapat kontroversi di kalangan ulama. Semuanya menyepakati bahwa objek yang diberi kedua kitab tersebut adalah Nabi Musa dan kaumnya, karena ayat sebelum dan setelahnya sama-sama menjelaskan tentang Nabi Musa dan kaumnya.
Akan tetapi, kasus pada surat al-Mu’minun ayat 49 membutuhkan usaha yang lebih detail untuk mengidentifikasi objek yang diberi Kitab oleh Allah SWT. Hal ini harus melibatkan ayat sebelumnya untuk mengidentifikasi objek tersebut. Ayat sebelumnya, yaitu ayat 45-48, menjelaskan tentang diutusnya Nabi Musa dan Nabi Harun kepada Fir’aun dan para pembesarnya. Mereka menyombongkan diri dan tidak mau beriman kepada keduanya.
Kata ganti yang digunakan pada surat al-Mu’minun ayat 45-49 adalah kata ganti orang ketiga jamak secara konsisten, yaitu هم. Apabila ayat لعلهم يهتدون  dipahami secara kasat mata, maka tempat kembalinya kata ganti tersebut adalah kepada Fir’aun dan para pembesarnya, karena pada ayat 49 hanya disebutkan Nabi Musa saja. Secara sekilas, tempat kembalinya kata ganti yang cocok adalah Fir’aun dan para pembesarnya yang dijelaskan pada ayat-ayat sebelum ayat 49. Hal inilah yang kemudian menjadi sebuah permasalahan di kalangan ulama.
Secara tegas, al-Zamakhsyari dan Abu Hayyan tidak menyepakati asumsi tersebut. Mereka  beralasan bahwa Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa dan kaumnya setelah Fir’aun ditenggelamkan di dalam laut.[7] Dua hal yang tidak relevan jika orang yang diberi Kitab sudah meninggal sebelum Kitab itu diturunkan, meskipun tempat kembalinya kata ganti orang ketiga pada ayat-ayat sebelum ayat 49 adalah Fir’aun dan para pembesarnya. Konteks historis dibutuhkan untuk mengetahui tempat kembalinya kata ganti pada ayat 49. Sehingga bisa diketahui bahwa objek yang diberi Kitab oleh Allah SWT adalah Nabi Musa dan kaumnya bukan Fir’aun dan para Pembesarnya.
Adapun perbedaan yang terletak pada kata إذ dengan kata لقد bisa dianalisa dengan melihat konteks kedua ayat tesebut. Pada ayat kedua, ayat sebelumnya, tepatnya surat al-Mu’minun ayat 45-48 menjelaskan tentang diutusnya Nabi Musa dan Nabi Harun kepada Fir’aun dan para pembesarnya. Fir’aun dan pembesarnya menyombongkan diri dan tidak mau beriman kepada keduanya.
Ilmu Balaghah menjelaskan bahwa terdapat tiga macam lawan bicara, yaitu orang yang pikirannya kosong dengan arti tidak mengetahui, orang yang mengetahui sesuatu, tetapi dengan disertai keraguan, dan orang yang mengetaui sesuatu dengan disertai keinkaran. Orang dengan kategori pertama tidak membutuhkan tauki>d (penguat). Orang dengan kategori kedua membutuhkan tauki>d (penguat) untuk menghilangkan keraguannya. Orang dengan kategori ketiga membutuhkan dua tauki>d (penguat) atau lebih untuk mengimbangi keinkarannya.[8]
Berdasarkan pada teori tersebut, penggunaan kata لقد pada ayat kedua sangatlah tepat melihat konteks Fir’aun dan para pembesarnya yang mengingkari diutusnya Nabi Musa dan Nabi Harun sebagai Rasulullah. Pada ayat kedua ini terdepat dua tauki>d (penguat) yaitu lam amr dan qad.
Berbeda dengan ayat pertama yang tidak menggunakan tauki>d (penguat) sama sekali, karena konteks ayat tersebut tidak terdapat keraguan dan keinkaran dari Bani Israil.[9] Sehingga, tauki>d (penguat) tidak dibutuhkan pada ayat tersebut.
Adapun perbedaan adanya kata والفرقان pada ayat yang pertama dan tidak ada pada ayat kedua, al-Zamakhshariy di dalam kitab tafsirnya al-kashsha>f, menjelaskan bahwa al-kita>b dan al-furqa>n adalah dua sifat yang terdapat di dalam kitab Taurat, yaitu Kitab yang diturunkan dan Kitab yang membedakan antara yang benar dan yang salah.[10] Sedangkan pada ayat yang kedua, yang dimaksud dengan al-kita>b adalah esensi dari kitab Taurat itu sendiri.[11]
Adapun perbedaan kata ganti لعلكم تهتدون pada ayat pertama dengan menggunakan kata ganti orang kedua dan kata ganti لعلهم يهتدون pada ayat kedua dengan menggunakan kata ganti orang ketiga, bahwa ayat pertama berkaitan dengan ayat sebelumnya لعلكم تشكرون .[12] Sedangkan pada ayat kedua, kata ganti tidak boleh dikembalikan kepada Fir’aun dan para pembesarnya. Hal ini dikarenakan kitab Taurat diberikan kepada Bani Israil setelah Fir’aun dan para pembesarnya ditenggelamkan di laut[13], sebagaimana firman Allah SWT surat al-Qasas ayat 43,
ôs)s9ur $oY÷s?#uä ÓyqãB |=»tFÅ6ø9$# .`ÏB Ï÷èt/ !$tB $uZõ3n=÷dr& šcrãà)ø9$# 4n<rW{$# tÍ¬!$|Át/ Ĩ$¨Y=Ï9 Yèdur ZpyJômuur öNßg¯=yè©9 tbr㍩.xtGtƒ ÇÍÌÈ  
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk men- Jadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rahmat, agar mereka ingat.”
  1. Perbandingan Penafsiran Mufassir
Imam al-T{abariy menjelaskan makna al-Kitab adalah Kitab Taurat dan al-furqan adalah pemisah anatara yang benar dan yang salah. Di dalam riwayat Abu al-Aliyat, makna al-Furqan adalah pemisah antara yang benar dengan yang salah. Sedangkan menurut Ibnu Abbas, al-Furqan adalah kumpulan nama Taurat, Injil, Zabur, dan furqan.[14]
Imam al-Raziy sedikit berbeda memaknai kata al-Furqan. Ia memaknai al-furqan dengan tiga kemungkinan, yaitu Taurat itu sendiri, sesuatu yang terdapat di dalam kitab Taurat, dan sesuatu yang ada di luar Taurat. Makna yang pertama dikarenakan Taurat mempunyai dua sifat, yaitu al-Kitab yang diturunkan dan al-Furqan yang membedakan antara yang benar dan yang salah. Makna yang kedua dikarenakan apabila Taurat menjelaskan, maka kebenaran akan tampak sebagai pembeda dari kesalahan atau dikarenakan menjelaskan dasar-dasar agama dan cabang-cabangnya. Makna yang ketiga dikarenakan beberapa hal, yaitu sebagai berikut,
a.       Yang dimaksud dengan al-furqan adalah sesuatu yang diberikan kepada Nabi Musa berupa tongkat dan selainnya, karena hal-hal tersebut merupakan pembeda antara kebenaran dan kesalahan.
b.      Yang dimaksud dengan al-furqan adalah pertolongan yang diberikan Allah SWT kepada Bani Israil untuk berlindung dari kaum Fir’aun.
c.       Yang dimaksud dengan al-Furqan adalah terbelahnya laut oleh Nabi Musa.[15]
Imam al-Alusiy juga mempunyai perspektif yang berbeda terkait pemaknaan al-furqan. Ia menginterpretasikan kata al-furqan dengan empat makna, yaitu

a.       Kitab Taurat
b.      Aturan atau syariat yang membedakan antara halal dan haram
c.       Mukjizat-mukjizat yang membedakan antara kebenaran dan kesalahan
d.      Pertolongan yang membedakan antara musuh dan penolong.[16]
Ayat لعلكم تهتدون berkaitan dengan ayat لعلكم تشكرون . Makna ayat ini seakan-akan Allah berfirman: “Ingatlah kalian juga ketika Kami memberikan kitab Taurat kepada Nabi Musa yang membedakan anatara kebenaran dan kesalahan, agar kalian mendapat petunjuk dengannya dan mengikuti kebenaran yang terdapat di dalamnya, karena sesunggunya Aku menjadikannya, seperti itu, sebagai petunjuk bagi orang yang mengikuti petunjuknya dan mengikuti apa yang terdapat di dalamnya.”[17] Sedangkan menurut al-Raziy ayat tersebut merupakan faidah dari diturunkannya al-kitab dan al-furqan.[18]
Abu Hayyan al-Andalusiy senada dengan al-Zamakhshariy terkait ketidakbolehan mengembalikan kata ganti ayat لعلهم يهتدون kepada Fir’aun dan para pembesarnya. Hal ini dikarenakan Kitab Taurat tidak diberikan kepada Nabi Musa sebelum Fir’aun dibinasakan.[19]







KESIMPULAN
Komparasi terkait surat al-Baqarah ayat 53 dan surat al-Mu’minun ayat 49 yang keduanya menjelaskan tentang pemberian al-Kitab dan al-Furqan, dijelaskan secara singkat dan padat di dalam makalah ini. Penjelasan itu bisa disimpulkan dengan dua poin yang sudah bisa dianggap merepresentasikan isi yang terdapat di makalah ini, yaitu sebagai berikut
1.      Kedua ayat sama-sama menjelaskan tentang pemberian al-Kitab dan al-Furqan yang diberikan kepada Nabi Musa dan kaumnya.
2.      Perbedaan yang terletak pada kedua ayat tersebut adalah terdapatnya kata الفرقان pada ayat yang pertama, penggunaan tauki>d (penguat), dan bentuk kata ganti yang digunakan.




















[1]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 69.
[2]Alquran (2): 53.
[3]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia Arkanleema, 2009), 8.
[4]Alquran (23): 49.
[5]Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  345.
[6]Abu Hasan al-Biqa’iy, Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar, Vol. 1, (Kairo: Dar al-Kutub al-Islamiy, tt), 6.
[7]Abu> Qa>sim Mah}mud al-Zamakhshariy, Tafsi>r al-Kashsha>f ‘an H{aqa>iq al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi Wuju>h al-Ta’wi>l, Vol.1, (Beirut: Da>r al-Ma’rifat, 2009),  709 dan Abu> H{ayya>n al-Andalusiy, Tafsi>r Bah}r al-Muh}i>t, Vol. 6, (Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Arabiy, tt), 498.
[8]Abdul ‘Azi>z ‘Ati>q, ‘Ilm Ma’a>niy, (Beirut: Da>r al-Nahdhat al-‘Arabiyyat, 2009), 37-38.
[9]Selengkapnya lihat Alquran (2): 49-53.
[10]Abu> Qa>sim Mah}mud al-Zamakhshariy, Tafsi>r al-Kashsha>f ‘an H{aqa>iq al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi Wuju>h al-Ta’wi>l, Vol. 1, 77.
[11]Ibid., 709.
[12]Abu> Ja’far Muh}ammad al-T{abariy, Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>li A<yi al-Qur’a>n, Vol. 1, (tk: Da>r H{ijr, tt), 678.
[13]Abu> Qa>sim Mah}mud al-Zamakhshariy, Tafsi>r al-Kashsha>f ‘an H{aqa>iq al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi Wuju>h al-Ta’wi>l, Vol.1, 709.
[14]Selengkapnya lihat Abu> Ja’far Muh}ammad al-T{abariy, Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>li A<yi al-Qur’a>n, Vol. 1, 676-677.
[15]Muh}ammad al-Ra>ziy Fakruddin, Mafa>ti>h} al-Ghaib,Vol. 3, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), 82-83.
[16]Mah}mu>d al-Alusiy, Ru>h al-Ma’a>niy fi> tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m wa al-Sab’ al-Matha>niy, Vol. 1, (Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Arabiy, tt), 259.
[17]Selengkapnya lihat Abu> Ja’far Muh}ammad al-T{abariy, Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>li A<yi al-Qur’a>n, Vol. 1, 678.
[18]Muh}ammad al-Ra>ziy Fakruddin, Mafa>ti>h} al-Ghaib,Vol. 3, 83.
[19]Abu> H{ayya>n al-Andalusiy, Tafsi>r Bah}r al-Muh}i>t, Vol. 6, 498.
 





DAFTAR PUSTAKA

‘Ati>q,Abdul ‘Azi>z. ‘Ilm Ma’a>niy. Beirut: Da>r al-Nahdhat al-‘Arabiyyat. 2009.
Al-Alusiy, Mah}mu>d. Ru>h al-Ma’a>niy fi> tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m wa al-Sab’ al-Matha>niy. Vol. 1. Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Arabiy. tt.
Al-Andalusiy, Abu> H{ayya>n. Tafsi>r Bah}r al-Muh}i>t. Vol. 6. Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>th al-‘Arabiy. tt.
Al-Biqa’iy, Abu Hasan. Naz}m al-Durar fi> Tana>sub al-A<ya>t wa al-Suwar. Vol. 1.  Kairo: Dar al-Kutub al-Islamiy. tt.
Al-T{abariy,Abu> Ja’far Muh}ammad. Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>li A<yi al-Qur’a>n. Vol. 1. tk: Da>r H{ijr. tt.
Al-Zamakhshariy, Abu> Qa>sim Mah}mud. Tafsi>r al-Kashsha>f ‘an H{aqa>iq al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi Wuju>h al-Ta’wi>l. Vol.1. Beirut: Da>r al-Ma’rifat. 2009.
Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012.
Departemen Agama RI.  Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Sygma Examedia Arkanleema. 2009.
Fakruddin, Muh}ammad al-Ra>ziy. Mafa>ti>h} al-Ghaib. Vol. 3. Beirut: Da>r al-Fikr. 1981.


Comments

Popular posts from this blog

TASHBIH DAN ISTI'ARAH (ILMU BALAGHAH)

Mutlaq dan Muqayyad (Ushul al-Fiqh)

MUSHAF ALI BIN ABI THALIB