TASHBIH DAN ISTI'ARAH (ILMU BALAGHAH)
TASHBI<H
DAN ISTI’A<RAT
Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Ilmu Balaghah 2
Disusun oleh :
MUHAMMAD HUSNAN (E03214012)
QOMARUDDIN (E73214058)
NURUL FAIZAH (E03215042)
Dosen Pengampu:
YUSFAR RAMADHAN, M. PD. I
PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa Arab adalah
bahasa dengan tingkat retorika yang sangat tinggi. Kualitas keindahan bahasa
Arab sangatlah berbeda dengan bahasa-bahasa selainnya, sehingga hal ini menjadi
kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Arab. Salah satu buktinya adalah
produk-produk tafsir, syai’r dan lain sebagainya yang menggunakan bahasa Arab.
Salah satu kekayaan
dan keindahan yang dimiliki bahsa Arab adalah Ilmu Balaghah. Ilmu Balaghah adalah
ilmu yang mempelajari tentang retorika bahasa Arab dalam menyampaikan suatu
makna kepada lawan bicara. Di dalam Ilmu Balaghahi terdapat tiga
pembagian, yaitu Ilmu Ma’aniy, Ilmu Bayan, dan Ilmu Badi’.
Ketiga macam pembagian
Ilmu Balaghah tersebut mempunyai sub pembagian yang lain. Ilmu Bayan mempunyai
sub pembagian, yaitu Tashbih dan Isti’arah. Kedua pembahasan ini
adalah pembahasan tentang menganalogikan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya.
Hal ini menjadikan keduanya adalah pembahasan yang sangat urgen untuk dibahas
karena keduanya adalah dua hal yang sama tetapi berbeda.
B.
Rumusan Masalah
Dari penjelasan yang dipaparkan sebelumnya,
pembahasan di makalah ini bisa dibatasi sebagai berikut,
1.
Bagaimana pengertian Tashbih?
2.
Bagaimana pengertian Isti’arat?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan Pengertian Tashbih.
2.
Menjelaskan pengertian Isti’arat.
D.
Manfaat
1.
Mengetahui pengertian Tashbih.
2.
Mengetahui pengertian Isti’arat.
BAB II
TASHBI<H DAN ISTI’A<RAT
A.
Tashbi>h
1. Pengertian
Tashbi>h
Secara etimologi, tashbi>h berarti tamthi>l, yaitu perumpamaan.[1] Sedangkan secara terminology, setiap ahli Balaghah mempunyai
definisi yang beragam tentang definisi tashbi>h. Terdapat salah satu ahli Balaghah yang
mendefinisikannya secara singkat dan terdapat pula yang mendefinisikannya
secara panjang lebar. Ali al-Jarim dan Musthofa Amin mendefinisikan tashbi>h
sebagai berikut,
التشبيه: بيان ان شيأ أو
أشياء شاركت غيرها في صفة أو أكثر بأداة هي الكاف أو نحوها ملفوظة أو ملحوظة
“Tasybih
adalah penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan sifat
dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut menggunakan huruf kaf atau
sejenisnya, baik tersurat maupun tersirat.”[2]
Ahmad al-Hashimiy
mendefinisikan tashbi>h sebagai berikut,
"مشاركة أمر لأمر في معنى بأدوات معلومة"
“Tashbi>h
adalah sesuatu yang maknanya sama dengan sesuatu yang lain dengan
menggunakan adat-adat (alat-alat) yang diketahui.”[3]
Oleh karena
itu, bisa disimpulkan bahwa definisi tashbi>h adalah
serupanya makna sesuatu dengan sesuatu yang lainnya dengan menggunakan adat tashbi>h,
baik tersurat maupun tersirat.
2. Rukun-rukun Tashbi>h
Tashbi>h harus mempunyai beberapa
rukun yang harus terdapat dalam kalimatnya. Terdapat empat rukun yang harus
terkandung di dalam kalimat tashbi>h, yaitu
sebagai berikut,
1. Musyabbah, yaitu sesuatu yang hendak diserupakan.
2. Musyabbah
bih, yaitu
sesuatu yang diserupai.
3. Adat
tasybih, yaitu
huruf atau kata yang menyatakan penyerupaan. Adakalanya adat tasybih
berupa isim, seperti syibhun mitslun, mumaatsil, dan
lafadz-lafadz yang semakna. Adakalanya berupa fi’il, seperti yushbihu, yumaatsilu,
yudhari’u, yuhaaki, dan yusyaabihu. Dan adakalanya huruf,
seperti kaf dan ka-anna.
4. Wajah
syibeh, yaitu
sifat yang terdapat pada kedua pihak.
Disyaratkan sifat harus lebih kuat dan lebih dikenal/lebih jelas pada musyabbah
bih daripada musyabbah.[4]
Contoh:
انت
كالشمس علوا
Contoh التشبيه diatas merupakan tasybih lengkap, karena
meliputi semua unsur (rukun) tasybih yang empat.
وجه الشبه
|
الاداة
|
المشبه
به
|
المشبه
|
علوا
|
الكاف
|
الشمس
|
انت
|
Dalam
kenyataannya, bentuk tasybih tidak selalu tampil dengan struktur yang
lengkap. Contoh :
Lengkap
|
انت كالشمس علوا
|
1
|
Membuang
adat tasybih
|
انت شمس علوا
|
2
|
Membuang
wajah tasybih
|
انت كالشمس
|
3
|
Membuang
adat dan wajah tasybih
|
انت شمس
|
4
|
Contoh
yang terakhir disebut (التشبيه البليغ) yang dipandang sebagai tasybih yang
paling efektif, paling balaghah dibanding tasybih yang lain. Contoh tasybih
diatas semuanya disebut التشبيه المفرد. Ada juga tasybih yang tidak membandingkan
mufrad melainkan membandingkan gambaran keadaan, yang disebut dengan التشبيه التمثيل.[5]
Dalam
setiap tasybih harus terdapat dua pihak yang diserupakan. Kadang-kadang musyabbah
dibuang, tetapi dalam i’rab dianggap ada, sehingga kata-kata yang berkaitan
harus bersesuaian. Seperti bila tanyakan كيف
علي؟ “Ali bagaimana?” lalu dijawab: كالزهرة
الذابلة “Bagaimana bunga yang layu”. Lafadz كالزهرة adalah khabar bagi mubtada’ yang dibuang, dan i’rabnya rafa’,
yaitu الذبلة هو الزهرة. Kadang-kadang wajah syibeh-nya yang dibuang, dan
kadang-kadang adat tasybih-nya yang dibuang.[6]
3. Maksud
dan tujuan tashbih :
Tashbih mempunyai
beberapa tujuan, yaitu sebagai berikut,
a. Menjelaskan
kemungkinan terjadinya sesuatu hal pada musyabbah, yakni ketika sesuatu
yang sangat aneh disandarkan kepada musyabbah, dan keanehan itu tidak
lenyap sebelum dijelaskan keanehan serupa dalam kasus ini.
b. Menjelaskan
keadaan musyabbah, yakni bila musyabbah tidak dikenal sifatnya
dijelaskan melalui tasybih yang menjelaskan. Dengan demikian, tasybih itu
memberikan yang sama dengan kata sifat.
c. Menjelaskan
kadar keadaan musyabbah, yakni bila musyabbah sudah diketahui
keadaannya secara global, lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian
keadaan itu.
d. Menegaskan
keadaan musyabbah, yakni bila sesuatu yang disandarkan kepada musyabbah
itu membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh.
e. Memperindah
atau memperburuk musyabbah.[7]
4. Kebalaghahan
Tashbih
Balaghah muncul apabila tasybih itu
membawa dari suatu keadaan baru yang
menyerupainya atau kepada gambaran serupa yang mempunyai nilai lebih. apabila
perpindahan gambaran itu jauh dan jarang atau disertai sedikit atau banyak
khayalan, maka tasybihnya akan semakin indah dan mengagumkan.
Tasybih yang paling rendah tingkat balaghahnya
adalah tasybih yang disebutkan seluruh unsurnya, karena balaghah tasybih
terletak pada dakwaan bahwa musyabbah dan musyabbah bih itu
sendiri, sedangkan adat tasybih dan wajah tasybih akan menghalangi dakwaan ini.
maka apabila adat tasybih dan wajah tasybih-nya dibuang maka
tingkat balaghahnya akan meningkat karena dengan dibuangnya salah satu unsur
tersebutaka sedikit memperkuat dakwaan kesatuan musyabbah dan musyabbah
bih. adapun yang paling tinggi tingkat balaghahnya adalah tasybih
tabligh.[8]
Contohnya, ayat yang melukiskan ibadah dan amal
perbuatan sis-sia kaum kafirin seperti abu yang berhamburan karena ditiup angin
kencang, atau ibarat orang dahaga yang tertipu dengan fatamorgana “سراب” yang
terbentang luas di padang pasir yang luas.
Dengan tasybih semacam ini pembaca akan hanyut
dalam imajinasi yang jauh, walaupun terasa masih berada di alam nyata, karena
musyabbah bih memang berkaitan dengan dengan alam nyata tersebut. Inilah
keistimewaan yang menonjol dalam tasybih al-Quran yaitu imajinasi yang
dibangkitkannya berupa alam nyata yang orsinil, dan bersifat universal sehingga
dapat dinikmati oleh generasi-generasi sepanjang masa, baik oleh orang Arab
maupun non-Arab, dan sekaligus mereka tertarik untuk memetik ajaran-ajaran
dalam tasybih bagi kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.[9]
B.
Isti’a>rat
1.
Pengertian Isti’a>rat
Isti’a>rat
secara bahasa diambil dari perkataan orang Arab: اِستعار
المال seseorang meminjam
benda.[10]
Isti’a>rat secara bahasa artinya
“meminjam”, maksudnya meminjam suatu kata untuk mengungkapkan suatu makna.[11] Atau
majaz yang ‘alaqah-nya (hubungan antara makna asal dan makna yang dimaksud
adalah musyabahah (keserupaan).
Sedangkan Isti’a>rat menurut ulama
bayan yaitu:
ا ستعمال اللفظ في غير ما وضع له لعلاقة
المشابهة بين المعنى المنقول عنه والمستعمل فيه مع قرينة صارفة عن ارادة المعنى
لأصل
Yaitu melakukan suatu lafazh pada selain makna asli
cetaknya, karena ada hubungan yang berupa keserupaan antara makna yang dipindah
dan lafazh yang digunakan.[12]
Isti’a>rat
adalah satu bagian dari majaz lughawi. Isti’a>rat adalah tasybih
yang dibuang salah satu tharafnya. Oleh karena itu hubungan antara makna hakiki
dengan makna majazi adalah musyabah selamanya.[13]
Contoh ungkapan yang mengandung majaz isti’a>rat
adalah:
كتاب انزلنه إليك لتخرج النّاس من
الظلمات إلى النّور (إبراهيم:1)
“Adalah
sebuah kitab yang aku turunkan kepadamu, agar engkau memindahkan manusia dari
gelap kepada terang”. (QS. Ibrahim:1)
Maksud kata الظلمات atau
“kegelapan” di atas adalah kesesatan. Sedangkan yang dimaksud النّور atau
“cahaya” adalah petunjuk (kbenaran).
Kedua kata ini merupakan ungkapan majaz, karena pada kedua kata tersebut tidak
dimaksud makna aslinya. Alaqah antara kedua makna asli dan makna yang dimaksud
adalah kemiripan. Antara makna sesat dan gelap dan antara kebenaran
dan terang terdapat kemiripan.
Pada hakikatnya majaz isti’arah adalah tasybih yang dibuang salah satu
tharafain-nya (musyabah atau musyabah bih) dan dibuang pula wajah al-syibh dan
adat tashbih-nya. Perbedaan antara keduannya juga terletak pada penamaan pada
kedua tharafain-nya. Dalam isti’arah, musyabah dinamai musta’ar lah dan
musyabah bih dinamai musta’ar minhu. Lafazh yang mengandung isti’arah dinamakan
musta’ar dan wajh al-syibh-nya dinamakan jami’. Sedangkan mengenai qarinahnya[14] ada dua
jenis, yaitu qarinah mufrad dan qarinah jama’.
2.
Rukun-Rukun Isti’a>rat
Rukun Isti’arah itu ada tiga, yaitu:
a. Musta’ar minhu
Yaitu makna yang
dipinjam, yaitu musyabah bih (lafazh yang diserupai).
b. Musta’ar lah
yaitu ng dipinjami,
yaitu makna musyabah (lafazh yang diserupakan).
Kedua hal di atas
dinamakan dua thorof (dua bagian isti’arah).
c. Musta’ar
Yaitu lafazh yang
dipinjamkan (yang dipindah).
3.
Syarat-Syarat Isti’a>rat
a.
Harus
tidak menyebutkan wajah syabah dan adat tasybih.
b.
Wajib
membuat pendasaran tasybih, yang berangkat dari
situlah terjadi Isti’arah, bersamaan anggapan bahwa musyabah adalah keadaan
musyabah bih atau anggapan bahwa musyabah salah satu afrad (satuan) dari
satuannya musyabah bih yang kulli (bersifat menyeluruh)
c.
Isti’arah
tidak boleh terjadi di dalam alam syakhs, karena tidak
mungkin masuknya sesuatu di dalam hakikat sesuatu yang lain, kecuali jika alam
syakhs itu memberi faidah suatu sifat yang sah dianggap sebagai suatu perkara
yang kulli maka diperbolehkan dijadikan Isti’arah.
4.
Pembagian Isti’a>rat:
a. Majaz Isti’arah ditinjau dari segi
musta’ar lah dan musta’ar minhu dibagi menjadi dua, yaitu:
1.1
Isti’arah
Tasrihiyyah
Isti’arah
tashiriyah adalah Isti’arah yang dapat dikategorikan ke dalam gaya bahasa
“metafora” dalam bahasa Indonesia. Di sini (مشبه به) yang ditampilkan menjadi Isti’arah dan tampil sebagai kata
kiasan, yaitu kata yang tidak dimaksudkan dalam arti sebenarnya terwujud dari
sebuah konteks yang berfungsi sebagai qarinah.[15]
Pada jenis ini yang ditasrihkan (tegaskan) adalah musta’ar minhu-nya,
sedangkan musta’ar-nya dibuang. Dengan istilah lain pada jenis
ini disebut musyabbah bih dan dibuang musyabbah-nya.[16]
Contoh ayat-ayat yang mengandung Isti’arah tasrihiyyah, surat al-fatihah ayat
6:
إهدنا {الصّراط
المستقيم}
“tunjukilah kami jalan yang lurus”
Maksud jalan lurus adalah agama yang hak
(Islam)
Surat ali Imran:103
واتصموا {بحبل الله}
جميعا ولا تفرقوا
“Dan berpeganglah kamun semua kepada tali Allah dan janganlah
kamu bercerai berai. Maksud tali Allah adalah Alquran atau agama Islam.
Al-Baqarah:187
أحلّ لكم ليلة الصّيام
الرّفث إلى نسائِكم هنّ {لباس} لّكم وانتم {لباس} لّهنّ....وكلواواشربوا حتّى
يتبيّن لكم {الخيط الأبيض} من{ الخيط الأسود} من الفجر....
“Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu,
mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka, dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar”
Pakaian
maksudnya adalah saling menutupi saling melindungi dengan penuh keserasian,
benang putih adalah terangnya siang hari, benang hitam adalah gelapnya malam
hari.
1.2 Isti’arah Makniyyah
Isti’arah
makniyyah adalah Isti’arah yang dapat disamakan dengan gaya bahasa
“personifikasi”, yaitu jenis kiasan yang meletakkan sifat-sifat insani kepada
benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak, misalnya: matahari mencubit
pipinya, bunga-bunga tersenyum riang; pengalaman mengajak kita
tahan menderita.[17]
Pada jenis Isti’arah makniyyah yang dibuang adalah musyabbah bih. Hal ini dapat
diketahui dari kelaziman kata-kata yang terkandung di sana.[18]
Contoh:[19]
إنّى لرأيت رؤوسا قد أينعت # وحان قطا
فها وإنّى لصاحبها
“Sungguh aku melihat kepala-kepala yang sudah “ranum” dan sudah
tiba waktu memanennya dipetik dan akulah pemiliknya”
Pada
syi’ir di atas kita menemukan ungkapan “رؤوسا قد أينعت ” (kepala-kepala yang sudah ranum). Dari
perkataan أينعت (sudah ranum) kita dapat mengetahui bahwa ada penyamaan kepala
dengan buah-buahan.
Di
sini hanya disebut musta’arlah (musyabbah) saja yaitu: “kepala” sedang musta’ar
minhu tidak ada, hanya diisyarahkan dengan kata ranum di mana kelaziman
dari kata tersebut adalah untuk buah-buahan. Kata “buah-buahan” sebagai
musta’ar minhu-nya dibuang.
Contoh-contoh dalam
Alquran:
Surat ali Imran:18
الّذين قلوا إنّ الله عهد إلينا ألاّ
نؤمن لرسول حتّى يأتينا بقربان {تأكله النّار}...
“(yaitu) orang-orang (yahudi) yang mengatakan: “sesungguhnya
Allah telah memerintahkan kepada kami, supaya kami jangan beriman kepada
seorang Rasul, sebelum ia mendatangkan kepada kami korbon yang dimakan
api”.
Yusuf: 4
إذ قال يوسف لأبيه يأبت إنّى رأيت أحد
عشر كوكبا والشّمش و القمر {رأيتم لى سجدين}
“Sesungguhnya aku
bermimpi melihat sebelas bintang, matahari, dan bulan; kulihat semuanya
sujud kepadaku.
Demikianlah
dalam Isti’arah makniyyah atau personifikasi ayat-ayat di atas, benda-benda
tidak bernyawa atau suatu gagasan diberi sifat insani, pada ayat-ayat di atas
misalnya api makan kurban, sebelas bintang matahari dan bulan bersujud.
Semuanya membuat makna dibalik kalam menjadi hidup dan sekaligus membangunkan
imajinasi dan rasa keindahan.[20]
b. Majaz Isti’arah ditinjau dari segi
bentuk lafazhh terbagi dua:
1.1 Isti’arah ashliyyah
Isti’arah
ashliyyah adalah jenis majaz yang lafazhh musta’ar-nya isim jamid bukan musytaq
(bukan isim sifat).[21]
Contoh:
أحبّك يا شمس
الزّمان وبدره # وإن لامنى فيك السّها والفراقد
“aku
cinta kamu wahai matahari dan bulan zaman ini, sekalipun bintang-bintang yang
samar dan yang jauh mencaci makiku karena mencintaimu”
Pada syair di atas,
Saifud Daulah diserupakan dengan “شمس” atau matahari dan “بدر” atau bulan,
karena sama-sama berkedudukan tinggi dan jelas. Sedangkan orang-orang yang di
bawahnya disamakan dengan bintang karena jauh dan sama-sama jauh dan tidak
jelas. Kata “شمس” dan “بدر” keduanya termasuk kata jamid.[22]
Contoh di dalam Alquran:
كتاب انزلنه إليك لتخرج النّاس من
الظلمات إلى النّور (إبراهيم:1)
“Adalah
sebuah kitab yang aku turunkan kepadamu, agar engkau memindahkan manusia dari
gelap kepada terang”. (QS. Ibrahim:1)
Kesesatan (dholalah) diserupakan
dengan kegelapan (dhulmah) dengan jamik sama-sama tidak memperoleh petunjuk.
Lalu dipinjamkan lafazhh yang menunjukkan musyabah bih, yaitu ad-dholalah,
dengan cara Isti’arah tashrihiyyah ashliyyah.[23]
1.2 Isti’arah Taba’iyyah
Isti’arah taba’iyyah yaitu suatu
ungkapan majaz yang musta’ar-nya fi’il, isim musytaq, atau huruf.[24]
Contoh
taba’iyyah dengan fi’il.
عضّنا الدّهر
“Zaman telah menggigitku dengan taringnya.”
Arti
“عضّ”
yang mempunyai makna asal ialah “menggigit”, sedang yang dimaksudkan adalah
“menyakiti”.[25]
Contoh
taba’iyyah dengan isim musytaq
حالى ناطقة بأحزانى
“keadaanku mengucapkan kesedihanku”
Yang
dimaksud “mengucapkan” ialah menunjukkan.[26]
Contoh
taba’iyyah dengan huruf
أصلّبنّكم فى جذوع
النّخل
“sungguh aku akan menyalibmu di dalam cabang pohon kurma.”
Makna
dari kata “فى” pada potongan ayat di
atas adalah “di atas”. Kata “فى” adalah huruf.[27]
c. Majaz Isti’arah Ditinjau dari Kata yang
Mengikutinya Terbagi Pada Tiga Jenis.
1.1 Isti’arah murasysahah
Isti’arah
murasysahah adalah suatu ungkapan majaz yang diikuti oleh kata-kata yang cocok
untuk musyabah bih.[28]
Contoh:
رأيت أسد له لبد
“saya melihat orang pemberani (laksana singa) yang
memiliki rambut tebal.”
Lafazhh
“أسد”
yang menggunakan makna lelaki pemberani, disertai lafazhh “له لبد " yang
artinya memiliki rambut tebal, hal itu sesuai dengan musta’ar minhu singa.[29]
Seperti
firman Allah surah al-Baqarah: 16
أولىك الّذين اشتروا
الضّلالة بلهدى فما ربحت تجرتهم وما كانو مهتدين
“Mereka itulah yang mengganti (memilih) kesesatan dengan
petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka
mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 16)
Pada
ayat di atas terdapat ungkapan majaz “اشتروا” kata tersebut merupakan bentuk majaz dari
kata “تبادلوا” yang bermakna menukar. Pada kalimat berikutnya terdapat mulaim
(kata-kata yang sesuai degan musyabah atau musyabah bih) yaitu ungkapan “ربحت تجرتهم” . ungkapan tersebut sesuai untuk musyabah yaitu “اشتروا”.[30]
1.2 Isti’arah muthlaqah
Isti’arah
muthlaqah adalah isti’arah yang tidak diikuti oleh kata-kata baik yang cocok
bagi musyabah bih maupun musyabah.
Contoh:
ينقضون عهد الله
“Mereka membuka janji Allah”
Pada
potongan ayat di atas terdapat ungkapan majaz yaitu kata “ينقضون”. Kata tersebut
bermakna menyalahi yang diserupakan dengan “يفتحون” yang bermakna membuka tali.[31]
Pada
ungkapan majaz tersebut tidak terdapat mulaim yang cocok untuk salah satu dari
tharafain (musyabah bih dan musyabah).
1.3 Isti’arah mujarradah
Isti’arah
mujarradah adalah isti’arah yang disertai dengan kata-kata yang cocok bagi
musyabah.[32]
Contoh:
رأيت بحرا على فرس يعطى
“saya melihat
orang dermawan (laksana lautan) di atas kudanya sedang memberi.
Lafazhh “بحرا”yang asal maknanya lautan, menggunakan
makna orang dermawan. Dan lafazhh ini disertai dengan lafazhh “على فرس يعطى”
yang artinya di atas kudanya sambil memberi, yang hal itu sesuai dengan
musta’ar lah (orang-orang dermawan).
Di antara tiga isti’arah di atas, yang
paling balaghah (memiliki sastra tinggi) adalah isti’arah murasysyakhah karena
sudah melupakan tasybih dan meniadakannya., sebab pada isti’arah ini langsung
menganggap musyabah (sesuatu yang diserupakan) sebagai musyabah bih (sesuatu
yang diserupai).[33]
[1]Ahmad
al-Hashimiy, Jawahir al-Balaghat, (Beirut: Al-Maktabat al-‘Isriyyat,
1999), 219.
[2]Ali al-
Jarim dan Musthafah Amin, al Balaghatul Wadhihah, (Beirut:Dar
al-Ma’arif, …), 20.
[3]Ahmad
al-Hashimiy, Jawahir al-Balaghat, , 219.
[4]
Hidayat,
Al Balaghah li al Jami’, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2002), 113.
[6]Ali al-
Jarim dan Musthafah Amin, al Balaghatul Wadhihah, 21.
[7]Hidayat,
Al Balaghah li al Jami’, 71-72.
[8]Ibid.,
117.
[9] Ibid,. 118.
[10]Sholehuddin Shofwan, Pengantar
Memahami Nadzom Jauharul Maknun, Vol. 3, (Jombang: Darul Hikmah, 2008), 11.
[11]Hidayat, al-Balaghah lil-Jami’
wasy-Syawahid min Kalamil Badi’ , 119.
[12]Ibid, 11
[13]Ali al-Jarim dan Mustafa Amin, al-Balaghatu…,
102
[14]Qarinah adalah perkara yang dijadikan
oleh mutakallimin untuk menunjukkan bahwa ia tidak menghendaki suatu lafadz
pada makna asal peletakannya.
[15]Hidayat, al-Balaghah lil-Jami’ ….,
120
[16]Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar
Ilmu Balaghah, (Bandung: Refika Aditama, 2007), 34.
[17]Hidayat, al-Balaghah lil-Jami’….,
123.
[18]Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar…,
35.
[19]Ibid, 35
[20]Hidayat, al-Balaghah lil-Jami’….,
123.
[21]Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar…,
35.
[23]Sholehuddin Shofwan, Pengantar
Memahami…, 23
[24]Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan, Pengantar…,
36.
[29]Sholehuddin Shofwan, Pengantar
Memahami…, 28
[30]Mamat Zaenuddin dan Yayan Nur Bayan,
Pengantar…, 37.
[33]Sholehuddin Shofwan, Pengantar
Memahami…..,27.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Penjelasan tashbih dan isti’arat telah
dijelaskan di makalah ini. Meskipun penjelasannya disajikan secara singkat,
tetapi isi tidak keluar dari apa yang harus dijelaskan. Dari penjelasan makalah
yang singkat ini, bisa diambil benang merah sebagai berikut,
1. Secara etimologi, tashbih berarti tamthil,
yaitu perumpamaan. Sedangkan secara terminology, tashbi>h
adalah
serupanya makna sesuatu dengan sesuatu yang lainnya dengan menggunakan adat tashbi>h, baik tersurat maupun tersirat.
2. Isti’a>rat secara bahasa
diambil dari perkataan orang Arab: اِستعار المال seseorang meminjam benda. Sedangkan secara terminology, isti’arat
adalah Yaitu melakukan
suatu lafazh pada selain makna asli cetaknya, karena ada hubungan yang berupa
keserupaan antara makna yang dipindah dan lafazh yang digunakan.
B. Saran
Dengan
adanya makalah ini, penyusun mengharapkan pembaca bisa memahami tashbih dan isti’arat, karena
keduanya adalah hal yang sama tetapi berbeda.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Hashimiy, Ahmad. Jawahir
al-Balaghat. Beirut: Al-Maktabat al-‘Isriyyat. 1999.
Hidayat.
Al Balaghah li al Jami’. Semarang: PT. Karya Toha Putra. 2002.
Shofwan, Sholehuddin. Pengantar Memahami
Nadzom Jauharul Maknun. Vol. 3. Jombang: Darul Hikmah. 2008.
Zaenuddin ,Mamat dan Yayan Nur Bayan. Pengantar
Ilmu Balaghah. Bandung: Refika Aditama. 2007.
Comments
Post a Comment