TAFSIR IBNU KATHIR
STUDI KITAB TAFSI<R AL-QUR’A<N AL-AZ{I<M
IBNU KATHI<R
Makalah:
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Tadrib Kutub al-Tafsir
Oleh :
MUHAMMAD ILYAS (E03214011)
MUHAMMAD HUSNAN (E03214012)
AHMAD ALI MAKKI (E03214017)
Dosen Pengampu:
NAUFAL CHOLILIY, M. TH. I
PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kitab-kitab Tafsir
sangatlah banyak dikarang oleh ulama-ulama. Mereka mengarang kitab Tafsir
bertujuan untuk menyingkap dan menjelaskan makna-makna yang terkandung di dalam
Alquran. Hal ini memang menjadi kewajiban para ahli Tafsir agar orang-orang
yang membaca Alquran tidak salah dalam memahami maksud Alquran. Salah satu
kitab Tafsir yang terkenal adalah kitab Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az{i>m karya Ibnu Kathir yang dikenal dengan Tafsir
Ibnu Kathir.
Kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{i>m
karya Ibnu
Kathir ini adalah salah satu kitab Tafsir yang kualitasnya baik dan sangat
bermanfaat. Kitab ini berada di tingkatan kedua kitab Tafsir bi
al-ma’thu>r yang paling baik riwayatnya, di bawah kitab Tafsir karya
Ibnu Jarir al-Thabb\ariy.
Latar
belakang Ibnu Kathir yang merupakan ahli dalam bidang Hadith, menjadikan
kitabnya sebagai kitab Tafsir yang sangat dominan untuk menukil
riwayat-riwayat. Ia tidak hanya menukil Hadith-hadith shahih, tetapi juga
menukil Hadith-hadith Hasan, bahkan Hadith Dha’if.
Oleh
karena itu, penelitian terkait kitab Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az{i>m karya
Ibnu Kathir ini harus dilakukan dan dikaji, karena hasil yang akan didapat
sangatlah berguna bagi orang-orang yang memahami Alquran, terutama bagi
orang-orang yang begelut di dalam bidang Ilmu Alquran dan Tafsir.
B.
Rumusan Masalah
Dari penjelasan yang dipaparkan sebelumnya,
pembahasan di makalah ini bisa dibatasi sebagai berikut,
1.
Bagaimana sejarah hidup
Ibnu Kathir?
2.
Bagaimana hasil Analisis
kitab Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az{i>m?
3.
Bagaimana karakteristik,
sistematika, dan kelebihan dan kekurangan kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{i>m?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan biografi Ibnu
Kathir.
2.
Menjelaskan analisa kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{i>m.
3.
Menjelaskan karakteristik,
sistematika penafsiran, dan kelebihan dan kekurangan kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{i>m.
D.
Manfaat
1.
Mengetahui sejarah
kehidupan Ibnu Kathir.
2.
Mengetahui metode
penafsiran, bentuk penafsiran, dan corak penafsiran dari kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{i>m.
3.
Mengetahui karakteristik,
sistematika penafsiran, dan kelebihan dan kekurangan dari kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{i>m.
BAB II
STUDI
KITAB TAFSI<R al-QUR’A<N
al-‘AZ}I<M
IBNU KATHI<R
A.
Biografi Ibnu Kathi>r
Nama lengkap Ibnu Kathi>r adalah Abu
al-Fida>’ Isma’i>l bin Amr bin Kathi>r bin Dhau’ bin Kathi>r bin
Zara’ al-Bas}rawiy al-Shafi’y.[1]
Ia lahir di dusun Mijdal, termasuk bagian kota Bushra pada tahun 701 H,
dan ayahnya adalah seorang pendakwa di kota tersebut.[2]
Ayahnya adalah seorang khatib yang wafat pada saat Ibnu Kathir berumur 4 tahun.
Ayahnya berguru kepada al-Nawawi dan al-Fazariy. Saudaranya, Syaikh Abdul Wahha>b, juga belajar
Fiqh darinya pada permualan pengenalannya terhadap khazanah keilmuan.[3]
Pada tahun 706 H, Ibn Kathir pindah ke kota Damaskus saat berusia 5
tahun. Ia memperdalam Fikh kepada Burhanuddin Ibrahim bin Abdurrahman Al Farazi
yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Farhah. Ia juga banyak belajar kepada
Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-Mazyi, pemilik kitab Tahzdib al-Tahdzib yang wafat pada
tahun 724 H. Ia menikahi putri Jamaluddin Yusuf. Selain itu, ia juga belajar
kepada ahli sejarah al-Hafiz Syamsuddin al-Zahabi Muhammad bin Ahmad bin Qaimaz,
dan juga diberi ijazah ketika di Mesir yang diberikan kepada Ibnu Kathir oleh
Abu Musa al-Qarafi, al-Husaini, Abu al-Fath Al-Dabusi, Ali bin Umar al-Wan,
Yusuf Khatni dan lain-lainnya.[4]
1.
Kedudukan Akademik
Ibnu Kathir
Ibnu Kathir
adalah salah seorang ulama yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam ilmu.
Para ulama mengakui tingginya ilmu yang dimiliki oleh Ibnu Kathir. Ia menguasai
banyak bidang ilmu, terutama dalam bidang Hadith, Fikih, dan Sejarah. Imam
al-Dzahabiy berkata di dalam al-mu’jam
al-mukhtas}: “Ibnu Kathir adalah imam yang manjadi mufti,
ahli Hadith yang unggul, ahli Fikih yang mengusai banyak bidang ilmu, muhaddith
yang mutqin, mufassir yang ahli, dan mempunyai banyak karangan.”[5]
Selain
perktaan al-Dzahabiy, terdapat banyak ulama-ulama lain yang mengomentari
tingginya ilmu yang dimiliki Ibnu Kathir, seperti Ibnu Hubaib.[6]
Ibnu Kathir memang benar-benar mufassir sangat ahli dalam bidang ilmu
yang bermacam-macam. Kealiman Ibnu Kathir diamini oleh ulama-ulama lainnya,
sehingga kitab Tafsirnya yang berjumlah empat jilid ini berada di tingkat kedua
kitab Tafsir bi al-ma’thur yang terbaik setelah kitab Tafsir karangan
Ibnu Jarir al-Thabariy.
2.
Guru-guru
dan Murid-muridnya
Ibnu
Kathir adalah seorang mufassir yang mempunyai ghirah tinggi dalam
mencari ilmu. Ia tidak hanya mencari ilmu di tempat kelahirannya saja, tetapi
ia mengelilingi beberapa negeri sebagai tempat singgah untuk mencari ilmu. Dari
beberapa tempat yang disinggahi untuk mencari ilmu, ia mempunyai beberapa guru
yang jumlahnya tercatat tiga puluh orang, seperti Ibnu Taimiyyah, Abu> al-Hajja>j Yu>suf al-Maziy, imam
al-Dzahabiy, dan lain-lain.[7]
Ibnu Kathir juga mempunyai murid-murid yang
mengambil ilmu darinya. Murid-muridnya berasal dari tempat tinggal yang
berbeda-beda. Di antara murid-muridnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Khadr
al-Shafi’iy, putranya Muhammad bin Ismail bin Kathir, Abu al-Mahasin
al-Husainiy, dan lain-lainnya. Ada tujuh murid yang tercatat belajar darinya.[8]
3.
Karangan-karangan
Ibnu
Kathir adalah seorang mufassir yang sangat produktif dalam membuat
karangan-karangan ilmiah yang sangat berguna bagi intelektual Islam. Ia tidak
hanya mengarang kitab dalam satu bidang saja, tetapi ia mengarang kitab-kitab
dalam banyak bidang ilmu, terutama dalam bidang ilmu yang sangat dikuasainya,
yaitu bidang Tafsir, Hadith, Fikih, dan Sejarah.
Dalam
bidang Ulu>m al-Qur’a>n dan
ilmunya, Ibnu Kathir mengarang dua kitab yang sangat
terkenal, yaitu Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az}i>m yang
akan dikaji di makalah ini dan kitab Fadha>il al-Qur’a>n. Dalam
bidang Hadith dan ilmunya, ia mengarang kitab yang berjumlah enam belas kitab.
Di antaranya adalah kitab Sharhu S}ahi>h
al-Bukha>riy, Ikhtis}}a>r
Ulu>m al-hadith, Ja>mi’ al-Masa>ni>d wa al-Sunan al-Ha>diy li
aqwam al-Sunan, dan lain
sebagainya.[9]
Dalam bidang Fikih dan Ushu>l al-Fiqh, Ibnu
mengarang kitab yang berkaitan dengan dua bidang ilmu ini sebanyak tuhuh kitab.
Di antaranya adalah kitab al-Ahka>m al-Kubra>, Kita>b al-S{iya>m,
Ahka>m al-Tanbi>h, dan lain sebagainya.[10]
Dalam bidang Sejarah, ia juga tidak hanya mengarang satu kitab saja, tetapi
mengarang kitab-kitab Sejarah yang berjumlah tujuh kitab. Satu kitab yang
paling terkenal di antara kitab-kitab sejarahnya adalah kitab al-Bida>yah
wa al-Niha>yah yang berisi tentang cerita para Nabi dan umat-umat
terdahulu yang tertera di dalam Alquran dan Hadith.[11]
4. Wafatnya
Ibnu Kathi>r
Ibnu Kathir hidup di dunia kurang lebih selama
74 tahun. Ia wafat pada hari Kamis, tanggal duapuluh enam Sha’ba>n tahun 774
H di Damaskus. Ia dimakamkan di S{ufiyyah, di dekat makam gurunya Ibnu
Taimiyyah.[12]
Menurut Ibnu Nas}i>r al-Di>n, ia dimakamkan di dekat gurunya Ibnu
Taimiyah atas dasar wasiatnya.[13]
B.
Analisis Penafsiran Tafsi>r al-Qur’a>n
al-Az}i>m
Analisis yang dimaksud dalam makalah ini adalah
menelaah dan mempelajari sebuah penafsiran Alquran yang disajikan dalam
kitab-kitab Tafsir, baik dari metode penafsiran, bentuk penafsiran, dan corak
penafsiran. Tiga hal dalam kitab Tafsir Ibnu Kathir ini yang akan dikupas dan
dijelaskan secara singkat dan padat.
1.
Metode Penafsiran
Alquran
Menafsirkan Alquran tidak sembarangan menafsirkan
begitu saja. Menafsirkan Alquran harus menggunakan sebuah metode penafsiran.
Metode penafsiran digunakan sebagai paradigma mufassir dalam menafsirkan
Alquran. Terdapat empat metode penafsiran yang bisa dipakai mufassir dalam
menafsirkan Alquran, yaitu metode
ijma>liy, metode tahli>liy, metode muqa>rin, dan
metode maudhu’iy.
Yang dimaksud dengan metode Tahliliy adalah
menafsirkan ayat Alquran dengan memaparkan segala yang Dalam metode ini,
biasanya mufassir menguraikan makna yang dikandung oleh Alquran, ayat
demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutannya di dalam mushaf. Uraian
tersebut menyangkut berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat yang
ditafsirkan seperti pengertian kosakata, konotasi kalimatnya, latar belakang
turunnya ayat, kaitan suatu ayat dengan ayat yang lain (munasabah), dan
tidak ketinggalan pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan
tafsiran ayat-ayat, baik yang disampaikan oleh Nabi, Sahabat, para Tabi’in,
maupun ahli Tafsir lainnya.[14]
Kitab
Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{i>m karya Ibnu Kathir ini menggunakan
metode penafsiran Alquran secara tahli>liy (analitis), karena Ibnu
Kathir menafsirkan Alquran ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan
urutan mushaf. Ibnu Kathir juga menggunakan bentuk penafsiran secara al-ma’thu>r
yang menjadi salah satu ciri penafsiran Alquran secara tahli>liy, dengan
indikator ia menafsirkan Alquran dengan Alquran, dengan Sunnah, dan dengan
Athar Sahabat dan Tabi’in.
Selain
itu, Ibnu Kathir juga menyajikan munasabah antara satu ayat dengan ayat-ayat
lainnya. Hal itu bertujuan untuk menghubungkan makna antara beberapa ayat. Contohnya
adalah penafsiran surah al-Baqarah ayat 2 sebagai berikut,
tûïÏ%©!$# tbqãZÏB÷sã Í=øtóø9$$Î/
tbqãKÉ)ãur no4qn=¢Á9$# $®ÿÊEur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZã
ÇÌÈ
“(yaitu)
mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan
sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
Ibnu Kathir menafsirkan kata yu’minu>na
dengan mengutip pendapat beberapa ulama. Ia mengutip pendapat
Ma’amar al-Zuhriy yg memaknai iman dengan amal, mengutip pendapat Abu Ja’far
al-Raziy yang memaknai iman dengan rakut, dan pendapat-pendapat ulama lain. Ia
juga menjelaskan makna iman secara etimologi dengan meyakini dengan murni.
Makna ini adalah sesuai dengan makna yang dimaksud denga firman Allah surah
al-Taubah ayat 61, surah Yusuf ayat 17, dan surah al-Inshiqa>q ayat 25.[15] Penafsiran
semacam ini adalah penafsiran secara tahli>liy yang mengurai makna
ayat kata per kata.
2. Bentuk
Penafsiran
Terdapat
karakter khas dalam metode penafsiran tahliliy, yaitu bentuk
penafsirannya ada kalanya al-ma’thur dan ada kalanya al-ra’yu. Bentuk
penafsiran al-ma’thur adalah menafsirkan Alquran dengan Alquran,
menafsirkan Alquran dengan Sunnah Nabi Muhammad, dan atau menafsirkan Alquran
dengan Athar Sahabat. Menafsirkan Alquran dengan perkataan Tabi’in masih
menjadi perdebatan di kalangan ulama terkait statusnya termasuk bentuk al-ma’thur
atau tidak. Akan tetapi, di dalam mayoritas kitab-kitab Tafsir dengan
bentuk al-ma’thur, perkataan Tabi’in termasuk bentuk penafsiran al-ma’thur.[16]
Kitab Tafsi>r al-Qur’a>n
al-Az{im karya Ibnu Kathir ini adalah kitab Tafsir yang bentuk
penafsirannya dengan al-ma’thur. Ia menafsirkan Alquran pertama kali
dengan Alquran. Apabila ia tidak menemukan penafsiran di Alquran, ia
menafsirkan Alquran dengan Sunnah. Apabila ia tidak menemukan penafsiran di Sunnah,
ia menafsirkan Alquran dengan perkataan Sahabat. Apabila ia tidak menemukan
penafsiran dengan perkataan Sahabat, ia menafsirkan Alquran dengan perkataan
Tabi’in.
Penafsiran semacam ini adalah penafsiran yang paling
baik menurut Ibnu Kathir. Ia berkata: “Paling baiknya cara menafsirkan Alquran
adalah menafsirkan Alquran dengan Alquran, karena jika ada suatu ayat yang
masih global, maka dijelaskan dengan ayat yang lain. Jika engkau lemah dalam
hal itu, maka tafsirkanlah Alquran dengan Sunnah, karena Sunnah adalah penjelas
dan penerang bagi Alquran. Jika kita tidak menemukan penafsiran di dalam
Alquran dan Sunnah, maka kita meruju’ kepada perkataan para Sahabat, karena
mereka orang yang paling tahu tentang Tafsir.”[17]
Contoh penafsiran al-ma’thur di dalam kitab Tafsi>r al-Qur’a>n
al-Az{im terdapat di surah al-Baqarah ayat 28 sebagai berikut,
y#øx.
crãàÿõ3s?
«!$$Î/ öNçGYà2ur $Y?ºuqøBr&
öNà6»uômr'sù
(
§NèO öNä3çGÏJã §NèO
öNä3Íøtä
§NèO Ïmøs9Î)
cqãèy_öè?
ÇËÑÈ
“Mengapa
kamu kafir kepada Allah, Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan
kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”
Kalimat wa kuntum amwa>tan fa
ahya>kum ditafsiri Ibnu Kathir dengan “Kalian sudah
tiada. Allah telah mengeluarkan kalian dari dunia ada, sebagaimana firman Allah
SWT surah al-T{u>r ayat 35-36.”[18]
Penafsiran seperti contoh ini adalah penafsiran Alquran dengan Alquran.
3. Corak
Penafsiran
Tafsir
yang menggunakan metode penafsiran tahli>liy diwarnai dengan kecenderungan dan keahlian dari
mufassirnya, sehingga lahirlah corak-corak penafsiran, seperti corak
Fikih, corak sufiy, corak falsafiy, dan lain-lainnya.[19] Corak
penafsiran adalah suatu warna, arah, atau kecenderungan pemikiran atau ide tertentu
yang mendominasi sebuah karya tafsir.[20] Sebagaimana
diketahui, kecenderungan penafsiran kitab Tafsir sesuai dengan latar belakang
ilmu yang dikuasai mufassirnya.
Nashruddin
Baidan membagi corak penafsiran kepada tiga, yaitu corak umum, corak khusus, dan
corak kombinasi.[21]
Kitab Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az{im ini
mempunyai kecenderungan atau corak umum dalam menafsirkan Alquran. Hal ini bisa
dilihat dari contoh penafsiran Ibnu Kathir dalam menafsirkan ayat المحصنات yang terdapat di dalam surah al-Maidah ayat 5.
Ibnu Kathir mengutip
pendapat Ibnu Jarir dan Mujahid yang mengatakan bahwa perempuan yang dimaksud
dalam surah al-Maidah ayat 5 tersebut adalah perempuan-perempuan yang merdeka
bukan budak.[22]
Secara lahiriah, yang dimaksud dengan المحصنات adalah wanita baik-baik yang
terpelihara dari berbagai bentuk perzinaan (prostitusi).[23]
Dari contoh kecil المحصنات ini, bisa diketahui bahwa Imam
Ibnu Kathir mempunyai kecenderungan atau corak yang umum dalam menafsirkan
Alquran, karena dia tidak hanya membahas penafsiran ayat dari satu sudut bidang
tertentu, tetapi juga membahas penafsiran Alquran dari berbagai sudut dengan
luasnya ilmu yang dimilikinya.
C.
Kitab Tafsi>r al-Qur’a>n
al-Az{i>m
Ibnu Kathir tidak
menjelaskan kapan tepatnya memulai menulis kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{im. Ia
juga tidak menyebutkan kapan tepatnya menyelesaikan penulisan kitab Tafsir ini.[24]
1.
Karakteristik Kitab
Ada beberapa karakteristik tertentu yang
terdapat di kitab Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az{im karakteristik-karakteristik kitab Tafsi>r al-Qur’a>n
al-Az{im adalah sebagai berikut,
a.
Menafsirkan Alquran sesuai
dengan urutan mushaf.
Ibnu Kathir menafsirkan Alquran
dimulai dari surat al-Fatihah hyang merupakan surat pertama didalam mushaf
sampai surah al-Nas yang merupakan surat terakhir dalam mushaf.
b.
Berisi hadith-hadith nabi
dan athar-athar sahabat dan tabi’in yang diambil dari beberapa sumber. Seperti
mengambil dari kitab tafsirnya Abu Bakr bin Marduwaih, kitab tafsirnya Imam
‘abd bin Humaid, kigtab tafsirnya Imam Ibnu Mundir dan lain sebagainya.[25]
c.
Menyebutkan Hadith dengan
sanad yang lengkap. Ibnu Kathir selalu menyertakan sanad yang lengkap, jika ia
menukil Hadith atau Athar, seperti contoh
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْقَاسِمُ
بْنُ الْحَسَنِ قَالَ: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ قَالَ: حَدَّثَنِي الْحَجَّاجُ عَنْ
جَرِيرِ بْنِ حَازِمٍ وَمُبَارَكٍ عَنِ الْحَسَنِ وَأَبِي بَكْرٍ عَنِ الْحَسَنِ
وَقَتَادَةَ قَالُوا: قَالَ اللَّهُ لِلْمَلَائِكَةِ: إِنِّي جاعِلٌ فِي الْأَرْضِ
خَلِيفَةً، قَالَ لَهُمْ إِنِّي فَاعِلٌ وَهَذَا مَعْنَاهُ أَنَّهُ أَخْبَرَهُمْ
بِذَلِكَ.[26]
2. Sistematika
Penafsiran
Ibnu
Kathir memakai sistematika penafsiran yang ia ciptakan sendiri. Ia tidak
menggunakan sistematika penafsiran yang dipakai oleh mufassir selainnya.
Hal ini menjadikan sistematika yang ia pakai adalah sistematika khas yang
dibuatnya.
Adapun
sistematika penafsiran yang ia pakai adalah dengan menyebutkan ayat pertama
kali. Kemudian ia menjelaskan makna global ayat tersebut yang diiringi dengan
menyebutkan Alquran, Sunnah, atau Athar Sahabat dan Tabi’in. Ia juga tidak jarang menyebutkan segala sesuatu yang berkaitan
dengan ayat-ayat hukum, baik menyeutkan dalil-dalilnya dari Alquran atau
Sunnah, menyebutkan pendapat mazhab-mazhab Fikih beserta dalilnya, dan mentarjih
pendapat-pendapat tersebut.[27]
Contohnya
adalah penafsiran surah al-Baqarah ayat 173 sebagai berikut,
$yJ¯RÎ) tP§ym
ãNà6øn=tæ sptGøyJø9$#
tP¤$!$#ur
zNóss9ur ÍÌYÏø9$#
!$tBur ¨@Ïdé&
¾ÏmÎ/
ÎötóÏ9 «!$#
(
Ç`yJsù §äÜôÊ$#
uöxî 8ø$t/ wur
7$tã
Ixsù zNøOÎ)
Ïmøn=tã 4 ¨bÎ)
©!$# Öqàÿxî íOÏm§ ÇÊÐÌÈ
“ Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain
Allah[108]. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
يَقُولُ تَعَالَى آمِرًا عِبَادَهُ
الْمُؤْمِنِينَ بِالْأَكْلِ مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رزقهم تعالى، وأن يشكروه تعالى
عَلَى ذَلِكَ إِنْ كَانُوا عَبِيدَهُ، وَالْأَكْلُ مِنَ الْحَلَالِ سَبَبٌ
لِتَقَبُّلِ الدُّعَاءِ وَالْعِبَادَةِ، كَمَا أَنَّ الْأَكْلَ مِنَ الْحَرَامِ
يَمْنَعُ قَبُولَ الدُّعَاءِ وَالْعِبَادَةِ.
Perkataan ini adalah penjelasan Ibnu Kathir
tentang makna global dari surah al-Baqarah ayat 173. Ia menjelaskan bahwa Allah
memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk memakan rezeki-rezeki baik yang Dia berikan
beserta mensyukurinya. Ia juga menjelaskan bahwa memakan makanan yang halal
adalah sebab diterimanya do’a dan ibadah, sebagaimana memakan makanan yang
haram adalah hal yang mencegah diterimanya do’a dan ibadah.[28]
Kemudian Ibnu Kathir mengutip Hadith yang diriwayatkan imam Ahmad dari Abu
al-Nadhr, diriwayatkan dari al-Fudhail bin Marzuq, diriwayatkan dari ‘Adayyi
bin Tsabit, diriwayatkan dari Abu Hazim, diriwayatkan dari Abu Hurairah yang
meriwayatkannya dari Nabi Muhammad.[29]
3. Kelebihan
dan Kelemahan
Kitab Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az{i>m mempunyai beberapa kelebihan
dan kekurangan. Dua hal ini adalah wajar mengingat kitab ini hanyalah karangan
seorang manusia yang tidak akan luput dari salah. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki
kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{i>m adalah sebagai berikut,
1.
Menggunakan bahasa yang mudah
dan ringkas.
2.
Menyebutkan sanad dengan
lengkap.
3.
Tidak hanya terdapat Hadith
Sahih saja, tetapi juga terdapat Hadith Hasan dan Hadith Dha’if.
4.
Tidak berpegang pada riwayat israiliyyat
yang tidak sesuai dengan Alquran dan Sunnah.
5.
Tidak fanatik kepada ra’yu
dan tidak taqlid tanpa menggunakan sebuah dalil.[30]
Adapun kelamahan-kelemahan
kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{i>m adalah
sebagai berikut,
1.
Masuknya
riwayat-riwayat israiliyyat, meskipun hanya sedikit saja yang
diriwayatkan.
2.
Muncul
kemungkinan penafsiran secara objektif sesuai dengan keahlian dalam satu bidang
ilmu.
[1]Muhammad
Husain al-D}ahabiy, Al-Tafsi>r
wa al-Mufassiru>n, juz. 1, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1976), 173.
[2]Mahmud
bin Jamil, et. all, Tafsi>r
al-Qur’an al-Az}i>m, ATC
Mumtaz Arabia, Derajat Hadith-Hadith dalam Ibnu Kathir, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007), 10.
[3]Ibid.,
8.
[4]Ibid.,
9.
[5]Muhammad
Husain al-D}ahabiy, Al-Tafsi>r
wa al-Mufassiru>n, juz. 1, 174.
[6]Ibid.,
174.
[7]Selengkapnya
lihat muqaddimah pada bab al-Dirasah, Imam Ibnu Kathir, Tafsi>r al-Qur’an
al-Az}i>m, Juz
1, (Riyadh: Dar al-T{ayyibah, 1999), 13-14.
[8]Ibid.,
14.
[9]Selengkapnya
lihat Ibid., 15.
[10]Lihat
Ibid., 16.
[11]Lihat
Ibid., 16.
[12]Ibid.,
17.
[13]Ibid.,
17.
[14]Nashruddin
Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), 31.
[17]Ibnu
Kathir, Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az{im, Juz 1, 7.
[18]Ibid.,
212.
[19]Nashruddin
Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, 33.
[20]Nashruddin
Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),
388.
[21]Selengkapnya
lihat Ibid., 388.
[23]Ibid.,
42.
[25]Ibid.,
7.
[26]Ibid.,
217.
[27]Ibid.,
8.
[28]Ibid.,
480.
[29]Ibid.,
480-481.
[30]Ibid.,
18.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Kitab Tafsi>r al-Qur’a>n
al-Az{i>m adalah kitab Tafsir yang sangat penting untuk dikaji.
Kitab ini sangatlah berguna bagi orang yang akan memahami penafsiran Alquran,
terutama orang yang ingin mengetahui penafsiran berdasarkan riwayat. Makalah
ini, sudah membahsanya secara singkat dan padat. Benang merah dari penjelasan
makalah ini sebagai berikut,
1. Nama lengkap Ibnu Kathir adalah Abu
al-Fida>’ Isma’i>l bin Amr bin Kathi>r bin Dhau’ bin Kathi>r bin
Zara’ al-Bas}rawiy al-Shafi’y yang dilahirkan di dusun Mijdal pada tahun 701 H.
dan wafat pada tahun 774 H. Ia sudah ditinggal wafat ayahnya pada saat berumur
empat tahun.
2.
Metode penafsiran yang dipakai di dalam kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az{i>m
adalah metode tahli>liy
(analitis). Bentuk penafsirannya adalah dengan al-ma’th>ur. Corak
penafsirannya adalah bercorak umum.
3. Karakteristik
kitab Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az{i>m adalah
menafsirkan Alquran sesuai dengan urutan mushaf, berisi Hadith-hadith dan
Athar-athar, dan menyebutkan Hadith dengan sanad yang lengkap. Sistematika
penafsirannya adalah menyebutkan ayat, menjelaskan makna global, menyebutkan Alquran,
Hadith, atau perkataan Sahabat dan Tabi’in, dan tidak jarang menjelaskan segala
sesuatu yang berkaitan dengan ayat-ayat hukum.
B.
Saran
Dengan adanya makalah
ini, diharapkan para pembaca benar-benar memahami dan mengetahui luas tentang Ibnu
Kathir dan kitabnya Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az{i>m, karena
kedua hal ini sangatlah penting dalam menambah cakrawala wawasan keAlquranan.
Oleh karena itu, seseorang harus mengerti kedua-duanya, yaitu sejarah Ibnu
Kathir dan kitabnya Tafsi>r
al-Qur’a>n al-Az{i>m.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Dzahabiy,
Muhammad Husain. Al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n. Juz 1. Kairo:
Maktabah Wahbah. 1976.
Baidan, Nashruddin. Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2012.
_______. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2011.
‘Itr,
Nur al-Din. Ulu>m
al-Qur’a>n al-Kari>m. Damaskus: al-S{oba>h. 1993.
Kathir, Ibnu. Tafsi>r al-Qur’a>n al-Azi>m. Riya>dh: Da>r al-T{ayyibah. 1999.
Mahmud bin Jamil, et. all. Derajat
Hadith-hadith dalam Ibnu Kathir. Jakarta: Pustaka Azzam. 2007.
Comments
Post a Comment